Kini pemerintah Indonesia tengah menggalakkan teknologi pertanian modern. Salah satunya dengan merombak sistem pertanian lama menjadi modern. Perombakan ini dimulai dari sektor produksi hingga proses cek produksi. 

Dikutip dari website resmi Kementerian Pertanian Repubilik Indonesia (Kementan RI), pihak Kementan kini sudah menyiapkan pengembangan komoditas pertanian strategis. Pengembangan ini dibuat untuk menuju Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. 

Ketua Umum Peragi (Pehimpunan Agronomi Indonesia) Prof. Dr. Andi M. Sakir, menjelaskan secara perlahan jalan menuju kesana sudah dibuka melalui peningkatkan massa panen dan mengoptimalkanya menjadi lebih cepat dengan kekuatan sistem yang sudah ditransformasi atau sistem modern.

Menurut Ketua Peragi, pertanian modern jauh berbeda dengan pertanian tradisonal. Perbedaan itu terletak pada hasil produksi yang hanya 2 kali dalam setahun, sedangkan massa panennya hanya 1 kali dengan pengelolan yang masih menggunakan cara manual.

“Yang dikatakan pertanian modern adalah produksinya 6 ton, panennya 3 kali dalam setahun, menggunakan fulkanisasi, kemudian menggunakan manajemen modern dan koperasi di koorperasikan,” kata Sakir, Sabtu pada awal Desember 2021 lalu.

Sakir mengatakan, rencana memodernisasi pertanian ini sudah dibawa ke rapat koordinasi nasional beberapa waktu lalu. Dia berharap, upaya ini menjadi ujung tombak dalam meningkatkan produktifitas serta kesejahteraan petani Indonesia.

“Melalui program ini nantinya sistem program pertanian akan dikelola dengan manajemen yang juga modern. Presentasi bagi hasilpun akan memberi porsi yang menguntungkan para petani,” kata Sakir.

teknologi pertanian modern

Sistem Modern Untungkan Petani 

Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri mengatakan, sistem rombakan ini diyakini mampu meningkatkan produktifitas petani hingga berlipat-lipat dari keuntungan biasanya. Dengan begitu, penentuan harga juga bisa langsung ditentukan oleh para petani.

“Semua ini 100 persen milik petani. Harga gabahnya milik petani 100 persen. kemudian dari gabah masuk ke prosesing ini ada keuntungan 49 persen, disini petani akan mendapat penghasilannya 6 kali lipat atau minimal 3 kali lipat 100 persen milik petani, ” kata Boga.

Target Kementan

Sekedar diketahui, Kementan terus menggapai cita-cita Lumbung Pangan Dunia dengan target realisasi pada tahun 2045. Cita-cita itu dibuka melalui pemanfaatan ratusan ribu hektar rawa yang tersebar di enam provinsi. Masing-masing Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Jambi, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Tengah.

Nantinya, lahan itu akan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian produktif untuk mendorong kesejahteraan petani berbasis koperasi yang dikorporasikan melalui program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (SERASI).

“Optimasi untuk merubah lahan rawa menjadi lahan pertanian produktif merupakan terobosan baru. Sebab, begitu sulitnya memperluas lahan sawah yang sudah ada karena beralih fungsi, walaupun sudah ada Undang Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B),” ujar Boga.

Boga menjelaskan, ada sekitar 34,4 juta hektar lahan rawa yang tersebar di seluruh pelosok tanah air dan memiliki potensi sebagai sentra pertanian. Lahan tersebut terdiri dari lahan pasang surut seluas 20,1 juta hektar dan lahan rawa lebak seluas 13 juta hektar.

“Pada model lain yang berkembang di Kabupaten OKI, Sumatera Selatan, pemanfaatan lahan rawa untuk pengembangan tanaman pangan khususnya padi ternyata melibatkan unsur ‘swasta besar’ sebagai leading aktornya,” tandasnya.

Baca juga: 5 Manfaat Penerapan IOT di Sektor Pertanian

Ingin Upgrade piranti pertanianmu ? Monster Mac siap membantumu, lho !


Tertarik untuk memulai bisnis vending mesin dan IoT? Monster Mac siap membantu kebutuhanmu !